Cuma Punya Satu

Saya punya beberapa barang pribadi yang jumlahnya dikit banget. Mungkin ada yang nganggep ini agak aneh, karna biasanya orang-orang pada punya lebih dari satu, alasannya sih untuk self reward.

Ini bukan tentang siapa yang paling banyak atau paling sedikit. Tapi tentang memaknai rasa cukup.

Gak tahu ini namanya apa; minimalis, hemat, pelit atau karna keterak kahanan. Tapi saya fine-fine aja sih.

Sejak beberapa tahun yang lalu, saya memang mencoba belajar untuk tidak berlebihan dan mengurangi konsumerisme.

Persepsi orang tentang boros atau pun hemat tentu saja beda. Jadi gak ada yang salah atau pun benar.

Prinsipnya, jangan sampai membeli barang yang sebenarnya gak dibutuhkan, hanya demi mendapatkan pengakuan dari orang lain. Lebih-lebih jika gak ada duitnya, sampai berhutang. Apesnya lagi, pas udah punya barangnya, eh gak diwaro sama orang lain. Gak di-notice. Perih.

Intinya sih, untuk bahagia gak harus berlebihan.

Hasilnya ya seperti ini, saya tidak terlalu mempunyai banyak barang. Nah ini dia sepuluh barang yang saya hanya punya satu.

Handphone

Kadang saya suka heran, kok ada orang sampai bawa tiga HP. Belum lagi power bank-nya.  Apa gak ribet ya. Gak mungkin kan tiga-tiganya dipakai bersamaan. Alasan yang pernah saya dengar sih, ini nomer hp khusus untuk keluarga, yang itu khusus rekan kerja. Satu lagi buat main game.

Kalau saya, hp cuma satu. Harganya gak pernah lebih dari lima juta. Sebagai kaum mendang minding, yang penting HP bisa buat nelpon, foto-foto dan internetan.

Nomor pun juga satu. Dari tahun 2002 hingga sekarang nomor saya gak pernah ganti.

Sama nomer hp aja saya setia, apalagi sama pasangan.

Sepatu olah raga

Selain menyehatkan, sejatinya olah raga itu juga murah asal gak gabung komunitas. Gengsi lah yang membuatnya jadi mahal. Sepatu harus merk ternama, jersey harus yang mahal. Kalau gak gitu takut gak diterima di komunitas. Akhirnya bela-belain beli yang kw. Sedihkan.

Buat saya, sepatu yang bagus tuh yang dipakai olah raga. Bukan cuma disimpan dijadikan koleksi.

Saya pakai sepatu buatan lokal seperti nineteen atau Piero. Selain buat lari, buat jalan-jalan keren juga. Ganti sepatu kalau udah rusak.

Parfum

Bau harum memang bisa memberi efek positif dan meningkatkan kepercayaan diri. Tak heran jika banyak yang suka mengkoleksi parfum. Biasanya sih perempuan. Parfum untuk pergi kerja dengan pergi kondangan dibedakan. Tapi ternyata cowok ada juga yang seperti itu.

Saya prefer parfum dengan aroma lembut, yang aromanya gak nusuk hidung, gak mengganggu orang di sekitar. Beli parfum baru jika yang lama udah habis.

Jam tangan

Sempat tergoda untuk nambah jam tangan baru, smart watch. Buat keren-kerenan pas lagi lari, buat konten juga.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi ya buat apa. Toh sudah ada Strava di HP.

Ketenangan hati itu kan terletak pada sedikitnya keinginan.

Saya pakai Seiko 5 automatic. Diameternya gak terlalu besar, warna strap-nya cocok dengan kulit saya yang eksotis dan modelnya elegan. Sudah sepuluh tahun lebih dan masih saya pakai.

Kacamata

Dulu nyari kacamata yang harganya gak nguras kantong, dengan mengorbankan fungsi dan kenyamanannya. Akhirnya malah jarang dipakai. Minus pun jadi nambah.

Sejak saat itu, kalau nyari barang saya concern sama kualitas, kenyamanan dan efektivitas. Ada harga ada rupa.

Tumbler
Dengan membawa tumbler, kita bukan sekadar menghemat pengeluaran, namun juga turut menjaga alam agar tak tercemar dengan dengan sampah botol plastik.

Pilihan saya jatuh pada tumbler Eiger. Bisa diisi air panas atau dingin.

Dompet

Ini salah satu barang  yang cukup sentimental buat saya. Pertama kali punya dompet pas SMP, merk Dagadu. Kalau dibuka isinya dikit nyaring suaranya, karna ada perekatnya.

Saat ini saya pakai dompet kulit, modelnya sederhana. Yang istimewa adalah di dalam dompet itu ada foto orang-orang tercinta. Sebagai pengingat buat saya, agar selalu menyimpan uang halal di dompet itu.

Sepeda

Olahraga bersepeda makin ngetren di masa pandemi. Saking semangatnya, sampai ada yang ternak sepeda. Sudah punya road bike, nambah mountain bike, nambah lagi sepeda lipat. Ya gak papa sih.

Saya pakai ini aja THRILL Cleave 1.0.

Tas kerja

Sebenarnya punya banyak tas kerja, karna sering dapat gratisan dari kantor. Saya bagi-bagi ke saudara. Yang sering saya pakai tas slempang Kalibre. Simpel, gak terlalu besar.

Akun Medsos

Di IG, FB dan Twitter; saya hanya punya satu akun.

Paling tidak ini  mendorong saya untuk lebih bertanggung jawab saat buat postingan di medsos. Biasanya yang bikin akun anonim ini, orang yang pengen nyinyir, julid atau stalking tanpa takut ketahuan.

Lantas apakah tak boleh punya barang lebih dari satu? Tentu saja boleh banget. Pakaian kalau cuma satu, ya gak bakalan cukup. Buku tulis buat kuliah, pasti butuh lebih dari satu deh. Atlet sepak bola bisa punya lebih dari tiga sepatu, karna memang itu kerjaannya. Fotografer punya lebih dari lima kamera, karna nafkahnya di situ.

Jadi sesuaikan saja dengan keadaanmu. Kamu pasti tahu mana yang bener-bener kamu butuhkan.

Kalian punya barang apa aja yang cuma satu? Sini cerita yuk

Kalap Belanja

Tak hanya 12.12, di tanggal-tanggal cantik sebelumnya seperti 11.11 ataupun 10.10, saya berhasil menahan diri untuk tidak kalap belanja, meski banyak  promo dan diskon bertebaran.

Mumpung diskon 400ribu. Padahal kalau gak beli hematnya malah tiga juta.

Mending nyesel gak jadi beli daripada udah terlanjur beli trus kecele. Ternyata barangnya cuma gitu doang gak sesuai iklannya. Belum lagi nyesel karna kantong makin tipis, sementara gajian masih lama.

Ada lho yang seperti ini, bela-belain ngutang buat beli barang yang sebenarnya gak penting-penting banget demi pansos dan menaikkan citra diri. Padahal aslinya ya gitu deh.

Lihat barang lucu, bungkus. Ada gratis ongkir, langsung checkout. Promo cuma hari ini, langsung gaskeun, takut gak kebagian. Ngintip story teman punya ini itu, gak mau kalah juga, ikutan beli.

 

Mungkin karna sudah gak muda lagi kali ya, jadi banyak pertimbangan. Ingat anak, ingat cicilan, ingat kebutuhan lain yang lebih penting. Kan hidup bukan untuk hari ini saja. Kesannya malah seperti pelit ke diri sendiri ya, gak menikmati hidup.

Impulsive buying ini sebenarnya gak mandang usia. Tua muda bisa saja. Biasanya sih karna faktor kepribadian. Emang dari sononya demen tampil glamour, gayanya selangit. Bisa juga karna dulu pas kecil gak pernah dibeliin apa-apa, giliran udah dewasa dan mampu, akhirnya “balas dendam”. Apa saja dibeli.

Faktor lingkungan turut mempengaruhi juga. Jika berada di circle pertemanan yang penuh kompetisi, maka hobi belanja ikut meningkat. Di sebuah klub sepeda, jika ada teman pakai jersey baru, upgrade groupset dan frame; biasanya bakal mendorong yang lain untuk ikutan juga. Kejadian seperti ini juga dialami grup ibu-ibu arisan. Tentu dengan barang-barang khas bunda-bunda: tas, jilbab dan tupperware.

Agar nafsu belanja ini gak makin parah dan tak memperburuk kondisi keuangan, maka harus dikendalikan dengan baik. Harus ada kemauan kuat untuk melakukan perubahan. Misalnya kalau ada barang yang kita inginkan, jangan langsung dibeli.  Kasih jeda waktu sehari, dua hari atau seminggu untuk merenung, ini beneran penting atau tidak. Di situ kita akan menemukan jawabannya. Kalau di online shop, masukin keranjang belanja, tapi jangan buru-buru dibayar. Kadang gini aja udah bikin hati seneng.

Jika masih bimbang mau beli apa, Garmin atau Suntoo, mau pilih warna yang mana, seri berapa; sebenarnya ini sebuah pertanda bahwa barang tersebut gak perlu dibeli. Masalahnya, kita sering mengabaikan sinyal ini. Atau jika kita merasa barang itu masih terlalu mahal dan terpakasa harus nyicil, sejatinya barang itu pangsa pasarnya bukan buat kita.

Berikutnya, jangan jadikan belanja sebagai pelarian karna stress. Ini bahaya banget. Saldo bisa terkuras habis. Dan satu lagi, cobalah untuk menggunakan uang tunai saat berbelanja. Rasakan jeritan hati ketika melihat lembaran uang itu berpindah tangan ke orang lain. Beda banget ketika kita menggunakan mobile banking atau pakai kartu. Transfer kesana kemari, bayar ini itu, seolah gak berasa kehilangan uang. Tahu-tahu dah habis banyak. Cobain deh.

Masih ada sih tips lainnya, tapi ini extrim banget, hanya untuk lelaki pemberani. Titipkan kartu debit/kredit ke istri dan jangan pakai mobile banking.

Semoga tips ini bermanfaat ya. Kalau ada tambahan, silakan tulis di kolom komentar.

Salam

 

Urusan Duit Jangan Malah Bikin Takut

Tergiur dapat duit gede dengan cara gampang dan cepat, tak jarang bikin orang jadi gak rasional. Ikut invest ini itu tanpa tahu resikonya. Alih-alih untung, malah buntung.

Semua investasi yang to good to be true layak untuk dicurigai.

Atau saking takutnya dengan masa depan, takut gak cukup buat biaya persalinan 80 juta, takut kurang buat masuk TK 50 juta, takut gak bisa capai target dana pensiun 2 M; kita jadi terlalu sibuk berencana.

Jadi begitu penuh perhitungan, pelit sama saudara, enggan membantu sesama dan gak mau berbagi. Dikiranya semua yang ada di genggaman adalah miliknya dan semata-mata karna jerih payahnya.

Merencanakan keuangan dan mengelola penghasilan itu memang perlu dan penting. Bahkan ini bagian dari bentuk rasa syukur kita. Namun ya jangan sampai bikin parno lah. Tiap orang punya cara yang unik dan berbeda.

Kalau saya sih gak ngoyo. Bismillah aja. Ikhtiar sungguh-sungguh, nabung, gak boros, bergaya sesuai kantong, gak hutang buat foya-foya dan titipin ATM ke istri. Gimana mau macem-macem kalau ATM nya disita ibu negara.

foto : IG @bro_danang

Sempat terlintas juga sih kekhawatiran-kekhawatiran soal finansial. Entar biaya anak-anak kuliah gimana, hari tua seperti apa? Tapi setelah dipikir-pikir, ketakutan seperti itu kok gak berdasar ya. Seolah mendahului kehendak Tuhan. Prinsip saya, kerjakan yang bisa kita kerjakan, sebaik mungkin. Sisanya biar Tuhan yang urus.

Jika selalu mencemaskan hal-hal yang belum terjadi, nanti malah bikin overthinking dan insecure. Bisa bikin penyakit juga.

Yang pasti, rejeki bisa datang dari arah yang tak disangka-sangka. Pas lagi bokek, tiba-tiba dapat honor, ada yang insyaf balikin hutangnya, dianterin makanan sama tetangga. Kalkulator manusia tak sama dengan kalkulator Yang Maha Kuasa. Pantaskan diri agar kita layak menerima amanah dari-Nya. Gimana mau dititipin rejeki lebih, kalau masih gak jujur saat mencari nafkah, suka bohong, ngambil hak orang lain, dan nikung teman.

foto : IG @bro_danang

Allah tuh kalau mau ngasih kekayaan ke kita gampang banget. Ngambilnya pun juga gampang. Dan setamak apa pun, yang kita dapat tak akan melebihi jatah yang tlah ditetapkan-Nya.

 Tabik

Celengan Syukur

Saking selownya, saya suka melakukan hal-hal receh. Pernah ngumpulin uang dua puluh ribuan di toples bekas kacang , iseng bikin aquarium ikan cupang, praktek bikin es kopi, bikin sushi atau sekadar nulis puisi gak jelas.

Dan awal tahun ini, tingkat kerecehan saya tak juga surut. Bahkan kian menjadi. Kali ini saya bikin celengan syukur. Istilah kerennya Gratitude Journal. Ide ini bermula ketika saya men-challenge diri sendiri untuk tidak mengeluh terhadap apa pun yang terjadi.

No complain week. Selama seminggu berusaha gak ngeluh apa pun yang terjadi. Ngendaliin mulut biar gak julid, sama ngejaga hati biar gak gampang dongkol. Berat sih, harus dipaksa. Tapi bisa kok.

Dikasih panas, ngeluh kegerahan. Dikasih hujan, sambat cucian gak kering. Kerjaan numpuk pusing, gak ada kerjaan bingung.

Setiap hari saya rutin menuliskan hal-hal yang layak disyukuri di secarik kertas, lalu memasukkanya dalam toples. Bersyukurnya pun gak harus karna dapat sesuatu yang gede atau wow. Bisa buang air besar dengan lancar adalah nikmat yang tiada tara.

Nemu warung rawon yang rasanya namaste. Rebahan di kasur, scroll hape. Gowes bareng istri. Buka lemari, baju udah disetrika rapi. Bikin indomie tengah malam. Panen jagung di kebun mertua. Servis motor gak pake antri. Beli gorengan dibonusin tiga biji. Punya grup WA yang santuy, gak suka syar syer howaks. Libur gak ada lembur. Nanem bunga, tumbuh subur dan bermekaran. Nonton spongebob. Nelpon ortu di kampung. Pulang teng go. Maen layangan. Ambil uang di atm bank lain gak kena charge. Motong rumput di taman. Beli pentol di depan SD, bungkus plastik, ikat, gigit dari ujung plastiknya. Berhasil benerin sepeda si kecil. Nongkrong di tepian, menatap langit senja yang sedang cantik-cantiknya.

Langkah ini saya lakukan untuk melatih diri agar tidak menjadi pribadi yang kufur nikmat. Biasanya kita ini lebih ingat kejadian buruk yang menimpa kita daripada kejadian positif yang menyenangkan.

Duit yang raib gara-gara dipinjem orang masih saja terngiang di ingatan, meskipun setelah itu dapat rejeki yang lebih gede.
Hinaan guru SMA begitu menggores kalbu daripada sanjungan yang diterima dari orang-orang tercinta di sekitar kita
Kepedihan menjalani masa sulit terkenang sangat dalam dibanding hari-hari penuh keceriaan.

Jika hal-hal seperti itu yang harus dikenang, tentu tak baik untuk kesehatan jiwa karna akan menjadi sumber nestapa. Padahal kalau dihitung-hitung, nikmat yang diberikan Tuhan itu sangat banyak. Makanya saya belajar fokus pada hal-hal kecil yang membahagiakan, mensyukurinya dengan tulus tanpa harus membandingkan.

Orang-orang yang jiwanya diliputi kebahagiaan, tak akan banyak tingkah. Tak sempat membenci orang lain atau mencari aibnya. Tak akan mengambil yang bukan haknya dan tak haus berburu pengakuan.

Membaca kembali tulisan-tulisan yang ada di celengan syukur, seolah membuka mata hati saya bahwa masih banyak sisi keindahan dalam hidup ini. Jika dihitung-hitung, prosentase kesulitan hidup palingan gak sampai 20%. Tetep masih banyak kenikmatan yang dicurahkan untuk kits. Kesadaran inilah yang nantinya akan menjadi energi kita untuk selalu ingat dan bersyukur pada Yang Maha Kuasa.

Tertarik cobain gak? Nulisnya bisa di notebook atau pakai aplikasi gratitude journal yang ada di Play Store. Kalau gak bisa tiap hari, bisa dimulai dari yang sederhana aja deh. Tulis lima momen paling membahagiakan yang pernah kamu rasakan. Nanti saat kamu ingin menangis karna merasa dunia tak begitu adil, baca kembali tulisan itu. Dan rasakan apa yang terjadi.

Bekerja Dengan Bahagia

Secapek-capeknya kerja, lebih capek lagi bila tak punya kerjaan.

Namun sebenarnya yang bikin kita cepat kehabisan energi saat bekerja, bukanlah tumpukan deadline, teman yang reseh, bos yang ngeselin atau pun macet berjam-jam menuju tempat kerja yang harus ditebus dengan umur. Bukan itu.

Suasana hatilah yang sangat mempengaruhi. Dongkol, penuh keluh kesah, ngiri sama yang lain, gak fokus; justru membuat pekerjaan yang mudah menjadi begitu pelik.

Emosi-emosi negatif ini secara perlahan akan menggerus semangat, optimisme, kreativitas dan daya juang dalam bekerja.

Lantas, bagaimana agar bisa menikmati pekerjaan yang kita miliki? Pertama, apapun profesimu, bekerjalah dengan bahagia. Mensyukuri karna punya kerjaan bisa menjadi langkah awal untuk menumbuhkan rasa bahagia. Di luar sana, masih banyak orang yang pontang-panting mengais rejeki.

Disuruh-suruh, dimarahin bos, diajak lembur, mau absen pulang malah diajak rapat; tentu bete dong. Udah ngerasa paling didholimi dan dieksploitasi sama atasan. Namun kita bisa memilih, mau terus menggerutu atau berupaya merawat kegembiraan agar tidak stress menjalaninya.

Gimana mau gembira jika tak sesuai passion. Eits jangan salah. Kerjaan yang sesuai passion sekalipun, sebagai entrepreneur maupun karyawan; akan tetap ketemu yang namanya lelah, jenuh, dan permasalahan-permasalahan lain.

Kuliah di pertanian aja banyak yang jadi teller bank. Gak masalah, gak harus resign. Toh perusahaan gak peduli dengan passion kita. Mereka hanya peduli dengan kerja dan karya kita.

IMG_20190707_142513.jpg

Dapat gambar ini dari twitter

Bekerja tanpa gairah tentu akan cepat menimbulkan kejemuan, namun bisa kok dibikin nyaman. Bawa bekal dari rumah, siapin camilan, kerja sambil dengerin musik, menghias ruang kerja dengan pernak pernik lucu, membina hubungan baik dengan rekan kerja, main futsal selepas kerja, arisan dan masak bareng di akhir pekan. Atau kalau gak mau ribet, cukuplah bekerja, gajian, pulang. Gak terlibat drama politik kantor di tempat kerja. Dah gitu aja.

Saya dulu juga gak tahu, apakah profesi ini sesuai dengan passion. Pokoknya jalani aja, daripada gak bisa makan. Meski penuh lika-liku, lama-kelamaan asyik juga dan saya merasa ini gue banget. Saya merasa lebih berdaya, dimampukan, dibisakan, dikuatkan dan dikerenkan. Hal-hal seperti itulah yang membuat saya tetap bertahan sampai sekarang, meskipun harus mengabdi di ujung negri ini.

Susah senang di kerjaan akan selalu ada. Kalau ada yang bikin suka, ya alhamdulillah. Jika ada yang gak ngenakin, ya gimana lagi. Terima saja, itu di luar kendali kita. Gak usah baperan. Ditegur bos karna kerjaan ada yang gak beres, langsung depresi mutung berhari-hari.

Tak perlu merespon berlebihan, mikir macem-macem:

“Wah, Bos pasti benci gue nih”
“Bentar lagi aku dipecat”
“Aku emang goblok”
“Payah nih, ada yang bawel nglaporin gue”

Itu namanya lebay. Emosi-emosi itu muncul karna pikiran kita sendiri. Yang bisa kita kendalikan adalah respon kita menyikapi segala peristiwa hidup. It is not things that disturb us, but our opinion about them.

Jika kamu bersusah hati karena hal-hal eksternal, kesusahan itu bukan datang dari hal tersebut, tapi dari opinimu sendiri tentang hal itu. Dan kamu mempunyai kemampuan mengubah opini itu kapan saja. ~ Marcus Aurelius

Berikutnya, jangan pernah membandingkan penghasilanmu dengan penghasilan orang lain. Pada mulanya kita semua baik-baik saja, bahagia, damai, makan nyenyak tidur enak; sampai akhirnya negara api menyerang kita mulai lirik kiri kanan.

Itu tetangga gak pernah kelihatan kerja, tapi kok mobilnya dua ya. Teman kantor yang gak lebih rajin dari kita, tapi dapat bonus lebih gede. Pangkat sama, kok dia sering liburan ke luar negeri.  Itu adik kelas tiap hari jajan es kopi, apa gak bangkrut. Apa yang dimiliki orang lain selalu nampak lebih menarik dibanding kepunyaan kita.

Namun kita tak pernah tahu di balik semua itu. Bisa jadi mereka memang anak sultan, bekerja lebih giat, bangun lebih pagi dan pulang lebih larut dari kita dan rajin investasi.

Atau mungkin ada hal lain yang sebetulnya ironi.  Semua kegemerlapan itu ternyata dibiayai hutang, tagihan kartu kreditnya segambreng, masih pakai LPG 3 kg, tidur pakai kaos partai, shampoo kalau habis diisi air trus dikocok-kocok dan nyuci pakai ember bekas kaleng cat. Who know.

Yellow Natural To Be So lonely Twitter Header(1)

Jika ingin membandingkan diri, bandingkanlah kondisi saat ini dengan kondisi dahulu. Apakah jauh lebih baik, berkembang atau justru stagnan. Ketika financial envy ini bisa disingkirkan dari pikiran, maka ketenangan akan singgah. Kita tak akan minder, sedih, dan demotivasi karna orang lain lebih dari kita.

Percayalah, jalan rizki tiap orang sudah ada yang mengatur. Tak perlu dikhawatirkan, karna sudah dijamin oleh Sang Khaliq. Yang justru harus dikhawatirkan adalah kemana kita setelah di dunia ini, akankah ke surga atau neraka. Karna ini belum ada jaminan pasti.

Kita hanya butuh untuk terus melipatgandakan ihktiar dan doa serta kegigihan dalam menjemputnya.

Selamat bekerja, semoga bahagia.

Nikah Muda Atau Nunggu Mapan?

Urusan naksir cewek, saya sangat selektif. Semasa remaja, incaran saya selalu yang cantik. Good looking-lah. Namun ternyata, ini malah jadi masalah. Gimana enggak. Secara gadis primadona, yang naksir pasti bejibun. Dan bisa ditebak, saya dipecundangi oleh bucin-bucin lain. Sakit. Lebih pedih lagi karna terkadang saingan saya adalah teman karib.

Namun saya tetap bangga, karna gak pernah berantem gara-gara rebutan cewek. Sumpah, ini keren banget. Hanya yang berjiwa besar yang bisa melakukan ini.

Setelah beranjak dewasa, saya pun menyadari bahwa cantik saja tak cukup untuk jadi pendamping hidup. Tampang bukanlah prioritas utama.

Sebab cantik dan ganteng hanya menyumbang 20% bagi kebahagiaan hidup. Di balik paras cantik, bisa saja terdapat sifat pemarah, jutek, ceriwis, jorok dan pemalas.

Dengan tampang pas-pasan, malah akan menjadi beban jika punya pasangan terlalu cakep. Saat ngantar arisan, pasti dikira driver ojek online.

Wanita yang nikah-able tentu saja yang baik agama dan memiliki inner beauty. Yang punya unconditional love. Bisa menerima apa adanya. Mau mencintai saat keren, ketika susah, saat uban mulai menyeruak kemana-mana serta mau berbagi rasa bosan hingga usia senja. Soal cantik, kaya, pinter itu mah bonus. Toh yang cantik akan memudar dan menua. Wejangan ini saya dapat dari orang tua. Ustad juga pernah berpesan seperti itu.

Gambar : Pinterest

Buat kalian yang saat ini dilanda keresahan karna belum bertemu belahan jiwa, bersabarlah. Lebih baik memantaskan diri agar mendapatkan yang terbaik. Jodoh gak akan ketukar. Gak perlu buru-buru, gak juga menunda-nunda.

Nikmati saja masa jomblomu. Ada hal-hal yang bisa banget dikerjakan saat single, tapi kemudian akan sulit dilakukan saat sudah menikah. Main futsal sepulang kerja, naik gunung dan mengoleksi gundam adalah beberapa contoh kecil yang terenggut.

Niatkan menikah semata-mata mencari ridho Illahi. Jangan nikah kalo diri sendiri masih brengsek penuh masalah. Apalagi dengan harapan bisa selesai masalahnya setelah nikah. Menikah bukanlah pelarian karna tekanan ekonomi, kegagalan menempuh studi dan kandas melakoni usaha.

Jangan menikah hanya karna tertarik secara seksual, gak tahan bully-an tetangga, gelisah dikataian gak laku, karna takut kesepian di hari tua atau agar ada yang merawat saat renta.

Nikah itu sunnah. Teknisnya kita bisa atur, mau menikah di usia muda atau nunggu entar-entar sampai mapan. Mana yang lebih baik, tergantung masing-masing orang.

Cinta dan semangat saja tak cukup buat modal nikah. Setelah berumah tangga, punya pasangan dan buah hati; urusan akan lebih kompleks dan lebih unik dibanding saat sendiri. Mesti siap lahir batin dan juga finansial.

Pernah ngebayangin nggak, tengah malam si kecil pup, harus ganti diapers. Kran air kamar mandi patah, tanggal tua beras tinggal dikit, meteran listrik bunyi tit tit minta diisi.

Sebelum nikah, semua memang nampak indah. Setelah itu, banyak hal mencengangkan yang terkuak. Misalnya pasangan ternyata tidurnya ngiler, kalau marah suka banting piring, penghasilan suami habis buat bayar kartu kredit, istri pakai skin care yang mahalnya naudzubillah, lakinya suka naruh handuk di atas kasur dan makan nasi padang pakai kecap. Yakin dah siap?

 

For your information, kalau terlalu muda nikah biasanya emosi masih labil dan kondisi ekonomi belum mapan. Namun bila berhasil melaluinya, akan terbentuk mental yang kuat. Yang paling mengkhawatirkan dari nikah muda adalah ketika mempunyai anak dan tak siap merawatnya. Banyak anak-anak tumbuh menjadi bengal karena orang tua yang tak becus mendidik anak.

Memutuskan nikahnya nanti-nanti, resikonya pas anak ngajak main lari-larian di taman, encok langsung kumat. Jadi, ini bukanlah tentang adu cepat. Menikahlah dengan orang yang tepat dan pada saat yang tepat pula.

Semoga Allah senantiasa memberkahi, saat suka maupun duka dan selalu mengumpulkan dalam kebaikan.

Salam

Belajar Decluttering dan Minimalisme

Rumah selalu menjadi tempat ternyaman buat kami. Teduh, sejuk dan bersahabat. Tak besar namun tetap luas. Penuh cinta dan kehangatan. Apalagi jika kondisinya bersih, rapi dan gak awut-awutan. Akan menghadirkan efek positif dan kegembiraan bagi penghuninya.

“Konon katanya, ruangan yang amburadul adalah cerminan dari jiwa yang amburadul pula

Salah satu upaya untuk menghentikan kesemrawutan adalah dengan decluttering atau berbenah. Saya lagi belajar untuk mengendalikan kepemilikan barang-barang. Mengurangi sedikit demi sedikit agar rumah tak terasa sumpek. Belum minimalis-minimalis banget sih, tapi lumayanlah sudah mengarah ke simple living.

Gambar: Pinterest

Kebanyakan orang sering mengaitkan minimalis dengan sesuatu yang elegan, hunian berkelas, ruangan yang luas, interior keren dan serba putih. Padahal tidak seperti itu.

Gambar: Pinterest

“Minimalist is a person who knows what is truly essential for him – or herself, who reduces the number of possessions that they have for the sake of things that are really important to them” Fumio Sasaki

Menjadi minimalis berarti menghindari hal-hal yang tak penting, menyingkirkan yang tak dibutuhkan dan fokus pada yang bermakna. Bukan berarti gak berpunya sama sekali.  Prinsipnya adalah merasa cukup.

Dan kadar kecukupan tiap orang tidaklah sama. Cukupnya orang beduit 100 milyar sangat beda dengan cukupnya seorang PNS rendahan. Saya cukup punya tiga sepatu saja. Tapi bagi seorang entertainer, sepuluh pasang belumlah cukup untuk menunjang aktivitasnya. HP saya cuma satu dan gak pernah punya kartu kredit. Sementara bagi seorang pengusaha, sangat perlu hp banyak dan credit card.

Hasrat duniawi berbelanja pun sebetulnya masih menggebu, tapi saya coba untuk mengerem.

Saya senang saat mengenakan baju baru untuk pertama kalinya. Namun setelah lima kali pakai, akan terasa biasa. Seusai dipakai sepuluh kali, jadi bosan.

Pola yang sama akan selalu berulang terhadap barang yang kita miliki. Sampai akhirnya saya menyadari, jika bisa puas dengan apa yang kita miliki, maka kita tak harus membeli lebih banyak.

Sok-sokan minimalis. Bilang aja misqueen.

Whatever you say. Minimalisme membuat kita jadi lebih hemat, anti stress, gak banyak hutang dan ndak over thinking.

Gambar: Pinterest

Lanjut lagi nih soal bebenah. Saya mengira proses beres-beres rumah itu akan melelahkan dan membosankan. Ternyata tidak. Justru seru dan menantang. Langkah awal yang saya lakukan adalah menyisir seluruh ruangan. Mencari barang-barang yang nantinya akan saya simpan, buang atau sumbangkan.

Barang-barang layak dipertahankan adalah yang paling saya sukai dan butuhkan. Yang benar-benar sampah seperti pakaian sobek, botol bekas, kardus elektronik, koran lama, makanan basi dan barang rusak lainnya ya harus dibuang.

Coba deh cek isi kulkas. Sisa sayur kemarin, roti yang gak habis dimakan si kecil, es buah udah dua hari, lauk yang gak sempat diangetin; semuanya berkumpul di situ. Pas udah saya buang, istri ngambek. Hahaha.
Itu baru di kulkas lho. Di ruang lain seperti dapur, ruang keluarga dan kamar tidur, pasti ada juga barang yang tak berguna lagi yang mesti dibersihkan.

Sementara barang yang jumlahnya berlebih, gak pernah dipakai, namun kondisinya masih baik dan gak begitu bermanfaat, bisa disumbangkan ke orang lain. Seperti pakaian yang kesempitan, koper, givi box, kotak makan, tumbler, sepatu kekecilan, cd dan dvd film, kaos kaki dan sapu tangan yang terlalu banyak.

Namun ternyata tak mudah melepas barang-barang yang selama ini telah menemani kita. Entah mengapa muncul perasaan bersalah saat akan membuang barang-barang sentimental dan punya kenangan. Belum lagi godaan untuk menahan barang itu pergi.

“Kan belinya mahal.” “Sayang ah, jangan-jangan suatu saat bisa dipakai lagi.” “Mas, kamu cakep lho kalau pakai baju itu, gak usah disumbangin.” “Ini kan kenang-kenangan dari si A”

pilihan-kemeja-premium-berbagai-warna

Gambar: Pinterest

Kalau alasannya seperti itu, ya repot. Rumah kita luasnya gak nambah gede, tapi barang numpuk terus. Padahal saat kita mengikhlaskan sesuatu pergi dari genggaman, kita akan mendapatkan lebih baik dari yang hilang itu.

Saya tak mau terlalu ekstrem dalam melakukan decluttering. Takutnya malah anget-anget tahi ayam. Perlahan saja. Bertahap, hari demi hari. Karna ini adalah tentang perubahan gaya hidup. Yang penting sudah ada niat, kemauan untuk memulai.

Decluttering ini hanyalah langkah awal. Perlu komitmen lebih lanjut agar bisa mengendalikan barang yang kita miliki dan terbebas dari kondisi yang berantakan.

Jika ingin merasa bahagia, lebih kreatif, dan percaya diri; tapi bingung harus ngapain dan mulai dari mana; cobalah melakukan perubahan. Sedikit perubahan eksternal di sekitar kita dapat memperbaiki mood.

Gambar : Pinterest

Ubahlah cara berpakaian, cara berbicara, cara menghabiskan waktu kita, cara mengawali rutinitas di pagi hari, lingkaran sosial kita, kebiasaan sehari-hari kita. Dan rasakan apa yang terjadi.

Menata rumah kita menjadi hunian yang rapi, tak penuh sesak, berisi barang-barang yang benar-benar kita butuhkan dan sukai, akan menjadikan hidup lebih tenteram dan menyenangkan.

Selamat mencoba.

Tegar Menerima Kenyataan

Saat pembagian raport semester lalu, anak saya gak masuk ranking tiga besar. Terbiasa langganan juara tiba-tiba terdepak dari podium, tentu ini sangat menyesakkan. Lalu ada awan kelam bergelayut di pelupuk matanya. Dan akhirnya, air mata berlinang membasahi pipinya.

Menghadapi hal-hal pelik seperti ini, saya langsung memeluknya erat. Saya pun tak buru-buru menyuruh menghentikan isak tangisnya. Biar saja. Toh nangisnya gak lebay, gak sampai histeris. Biarlah dia ekspresikan kesedihannya. Ini malah bagus, karna dia jujur. Tak berupaya mati-matian menyangkal emosi dan membohongi diri dengan pura-pura tegar.

Setelah agak baikan, saya mulai mengajaknya ngobrol. Ngomong biasa aja, bukan tentang sejuta motivasi semu untuk menyenangkan hatinya.

Saya katakan padanya “Santai aja nak, papa gak marah. Boleh sedih, tapi gak usah baper. Papa tetap bangga sama kamu karna kamu sudah berusaha keras”

Sebagai seorang ayah, saya begitu gatel pengen menceramahinya. Supaya dapat ranking tuh, kamu harus begini, kamu jangan begitu. Seolah-olah dulu saya adalah murid yang hebat.

Padahal apalah saya ini, malah lebih parah dari dia. Juara kelas gak pernah, ikutan lomba cerdas cermat kalah, ikut seleksi Paskibra gak pernah lolos, ikut Porseni antar sekolah juga keok. Baru ndeketin cewek, belum nembak sudah ditolak. Masa muda saya begitu pilu, akrab dengan kekalahan dan kekecewaan.

Tapi dari situlah saya mulai menemukan pembenaran menyadari bahwa inilah saya yang sesungguhnya. Saya belajar bahwa tak mengapa menjadi manusia biasa-biasa saja. Tidak apa-apa prestasi kita tidak sehebat yang lain. Tidak apa juga jalan jalan kita tak sejauh mereka. Tidak ada salahnya menjadi manusia biasa. Hidup memang gak harus baik-baik saja. Gagal bukanlah sebuah kehinaan.

Untunglah saat itu saya gak terpuruk. Saya yakin esok akan ada peluang lagi. Hanya perlu untuk terus bersabar dan berusaha lebih optimal.

Kisah itulah yang coba saya bagikan ke anak saya, agar dia bisa memetik hikmah. Saya berharap ia tak mudah limbung dihantam kerasnya kehidupan. Sebab dalam hidup akan selalu ada hal-hal yang tak sesuai dengan keinginan kita. Butuh jiwa besar untuk mau menerima. Hamdalah dia bisa memahami.

Dan yang membuat saya gembira, anak saya tak menyalahkan pihak lain atas rankingnya yang turun. Dia sportif mengakui, sempat kendor dalam belajar. Ada beberapa kawannya yang ngedumel nilainya merosot karna cara mengajar guru tidak asyik, materi yang belum tuntas, serta murid yang mencontek saat ulangan.

Sikap blaming others ini bahaya lho. Kalau dikit-dikit menyalahkan orang lain, kita tak bisa mengenali diri sendiri dan gak akan pernah berkembang. Kedewasaan akan mandek dan menjadikan kita seorang pengecut.

Peristiwa ini justru membuat dia mengerti dan mengevaluasi kekurangan dirinya. Makin semangat belajar dan gak malu bertanya pada temannya bila ada sesuatu yang tak ia mengerti.

Atas sikapnya itulah, saya beri dia hadiah sebuah jam tangan yang tlah lama diidamkan. Dia heran, ranking turun bukannya dimarahin malah dapet hadiah. Itu adalah wujud apresiasi saya atas keikhlasannya menerima kepedihan dengan lapang dada. Sebab kemampuan menyikapi kegagalan itu jauh lebih penting daripada sekadar merayakan kemenangan.

Kini tak ada lagi gurat kecewa di wajah cantiknya. Ia telah berdamai dengan dirinya sendiri.

Excellence is not being the best, it is doing your best.

Biar Gak Benci Sama Hari Senin

Pernah nggak kamu merasa berat banget buat bangun pagi? Bukan karena masih ngantuk, tapi karena kebayang harus melewati hari yang melelahkan.

Seragam kerja belum disetrika, kaos kaki gak ketahuan di mana, bingung hari ini mau masak apa, cucian numpuk, dead line kerjaan segambreng, macet yang kian parah dan harus ketemu klien yang ngeselin. Pas hari Senin pula.

Kamu gak semangat di hari Senin mungkin karna ada masalah di tempat kerja. Konflik dengan atasan atau rekan kerja. Solusinya, omongin aja baik-baik sampai plong gak ada ganjalan di hati. Jangan pernah memendam kebencian dengan orang lain, karna justru akan bikin uring-uringan.

Bisa juga karna kerjaan yang menumpuk. Supaya tidak terjadi hal seperti ini, jangan suka menunda-nunda kerjaan. Tenang aja, yang sibuk, risau, resah, penuh tekanan bukan kamu aja kok. Semua merasakan. Kamu nggak sendiri.

Hal-hal seperti inilah yang akhirnya dijadikan alasan untuk membenci hari Senin. Sok menderita gitu.

Read More

Menikmati Hidup Selow

Tahun dua ribu delapan belas sudah memasuki semester dua. Apa kabar resolusi yang dibuat di awal tahun? Sudah lupa atau menguap begitu saja? Dan kalau boleh nanya, apa pencapaianmu tahun ini yang bisa dibanggakan? Jangan bilang gak ada ya.

Andai apa yang kamu lakukan untuk mencapai impian masih gagal, ini adalah sebuah pengalaman berharga. Tak perlu bersedih dan membandingkan diri dengan orang lain.

Hidup bukan hanya tentang apa yang kita capai. Namun apa yang sudah kita berikan untuk sesama dari pencapain kita itu. Migunani tumraping liyan.

Read More