Tak Ada Kebeningan Fikiran Pada Orang Yang Suka Marah

Sore itu selepas bubaran pabrik, Mas Karyo tak langsung pulang ke rumah. Diarahkan motor maticnya menyusuri jalanan lengang menuju warung Bulik Tarmi yang sudah lama tak dikunjunginya. Ada rasa kangen pada masakan perempuan yang sudah dianggap orang tuanya itu.

“Assalamualaikum bulik…” sapa Mas Karyo
“Waalaikum salam. Eh mas Karyo…, lama ndak ke sini kemana saja to” tanya bulik Tarmi.

“Sibuk bulik, banyak kerjaan sekarang” sahut mas Karyo
“Wah pasti mas Karyo naik jabatan ya” tebak bulik Tarmi.

“Ndak bulik, masih pancet di bagian produksi kok” jawabnya sambil tersenyum masam.

“Bulik saya minta kopi jahe sama nasi rames ya” Mas Karyo sudah tak bisa menahan rasa laparnya.

“Ambil sendiri nasinya mas, saya bikinkan kopi dulu” jawab bulik Tarmi sambil menuju ke dapur warungnya yang sempit. Suasana warung yang tengah sepi membuat mas Karyo leluasa menyajikan nasi rames untuk dirinya sendiri.

Masakan bulik Tarmi memang warrbiyaza

Sesaat kemudian, bulik Tarmi keluar membawa secangkir kopi panas dengan aroma rempah yang begitu menggoda. Baca Selengkapnya

Semua Akan Lebay Pada Waktunya

Salah satu ujian kehidupan yang kelihatannya sepele, tapi ternyata sangat menguras kesabaran adalah, dipertemukan dengan orang-orang yang menyebalkan. Pengendara motor yang ugal-ugalan; petugas kelurahan yang mempersulit urusan kita, penyerobot antrian pom bensin dan tetangga yang lebay. Itulah sebabnya kenapa Tuhan menciptakan jari tengah 😛 *becanda gais*

Tak hanya itu, kadang kita juga disakiti sama orang lain. Ditelikung, diomongin dari belakang, dicuekin, di-PHP-in bahkan dibully. Dan itu juga sangat menyebalkan. Tapi itu semua sebenarnya bukan alasan buat kita untuk membalasnya dengan ikut-ikutan bertingkah menyebalkan juga.

Mari berkaca pada kasus Florence Sihombing. Flo diprotes sama banyak orang karna menyerobot antrian di SPBU. Lantaran emosi, Florence menumpahkan kekesalannya dengan memaki-maki warga Jogja di akun Path miliknya. Dasar apes, ada yang menyebarkan sumpah serapahnya itu dan kemudian mengadukan Flo ke polisi dengan delik pelanggaran UU ITE. Akhirnya ditahanlah dia sekarang.

Andai Florence bisa menahan amarahnya tentu ceritanya tidak runyam seperti ini. Kalau pun Flo ingin mengumpat, jangan di dunia maya. Tulis saja di buku diary. Lebih aman. Gak ada yang nyebarin, kecuali ada yang nemu gembok buku diary-nya.
Gak ada yang tersakiti. Gak urusan sama polisi.
Atau jika ingin menumpahkan segala uneg-uneg, mending curhat di atas sajadah. Mengadu pada-Nya. *eh si Flo pake sajadah gak sih*

Tapi menurut saya kasus ini bermula dari ke-lebay-an sih.
Flo lebay.
Warga pun lebay, mudah terprovokasi. Urusan kecil dibesar-besarkan. Padahal Flo sudah minta maaf tetap saja  dilaporin ke aparat berwajib.

Di zaman sekarang apakah memaafkan adalah pekerjaan yang begitu sulit?
Memaafkan bukan berarti kalah. Memaafkan adalah tentang kebesaran hati.
Berat rasanya kalau harus hidup penuh dengan kebencian dan dendam dengan sesama.

Polisi juga lebay. Masak gitu aja dipenjara. Bandingkan dengan kasus lain. Ada anak pejabat nabrak orang sampai meninggal, gak dipenjara. Ada koran dan tabloid Obor Rakyat yang isinya fitnah, menebar kebencian; pemrednya gak dipenjara. Ada sastrawan menghamili mahasiswi gak dipenjara. Tersangka korupsi milyaran rupiah, sampai sekarang pun gak ditahan juga. Lebay kan.

Karna lebay tak mengenal usia, tak pandang kasta, maka semua akan lebay pada waktunya.
Ya, aku dan kamu L3b4y.